Senin, 23 April 2012

Didesak, Invesitasi dan Penegakan Hukum Kasus Rawa Tripa
ILUSTRASI
JAKARTA - Sebagai tindak lanjut temuan Satgas REDD+ terkait adanya indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan yang terjadi di rawa gambut Tripa, Aceh, WWF-Indonesia meminta agar aparat pemerintah terkait dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup serta Kepolisian RI dapat segera melakukan investigasi lanjutan secara menyeluruh dan mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku pembakaran hutan, jika pelanggaran terbukti dilakukan.

Temuan awal Satgas REDD+ yang diumumkan 13 April lalu mengindikasikan adanya pelanggaran UU No.18 Tahun 2004 tentang Perkebunan; UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Juncto Kepres No.32/1990 tentang Kawasan Lindung.

"Investigasi lanjutan dan penegakan hukum terhadap pelaku harus segera dilakukan agar kejadian tersebut tidak berlanjut dan terulang kembali, mengingat dampak negatifnya terhadap Kawasan Ekosistem Leuser dan keberlangsungan populasi orangutan di kawasan itu," kata Dede Suhendra, Program Leader WWF-Indonesia di Aceh, Senin (23/4) dihubungi dari Jakarta. Ia mengatakan WWF Indonesia siap membantu Pemerintah untuk melakukan investigasi terhadap kasus ini.

"WWF mendesak semua perusahaan yang beroperasi di Tripa agar menerapkan praktik pengelolaan kebun kelapa sawit yang berkelanjutan untuk melindungi rawa gambut sangat penting bagi ekosistem," kata Dede.
WWF Indonesia juga meminta agar Pemerintah Pusat dan Daerah dapat menghentikan pemberian perizinan baru untuk perkebunan kelapa sawit guna menghindari konversi hutan yang mempunyai nilai konservasi tinggi.
"Sebelum izin diberikan, perlu dilakukan kajian menyeluruh untuk mengetahui jika kawasan tersebut mengandung nilai-nilai konservasi tinggi yang harus dilindungi, misalnya dalam hal ini satwa langka seperti orangutan Sumatra," katanya.
Rawa Tripa merupakan kawasan hutan rawa gambut yang terletak di sisi barat daya Provinsi Aceh yang merupakan habitat utama orangutan sumatera (Pongo abelii) dan juga harimau sumatera (Pantera trigis sumatrae). Pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit secara masif sejak 1990 telah mengurangi jumlah populasi orangutan secara signifikan di kawasan ini.

Data dari Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT) menyebutkan bahwa berdasarkan batasan ekosistem Leuser, luas kawasan Tripa mencakup 61.803 hektar. Namun lima perusahaan perkebunan kelapa sawit telah menghabiskan 35.000 hektar hutan yang ada , menyusul perluasan kebun kelapa sawit yang aktif kembali setelah perjanjian damai Helsinki tahun 2005.

Investigasi awal dari lembaga swadaya masyarakat lokal untuk konservasi orangutan PanEco, pada 21 sampai 25 Maret 2012 telah terjadi pembukaan lahan seluas 1000 hektar untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan cara membakar. Kebakaran tersebut berdampak langsung terhadap kehidupan 200 individu orangutan Sumatera yang tersisa di kawasan ini.