Senin, 30 April 2012

Sudah Dihukum, Kader Demokrat Masih Aktif di DPRD Riau
ILUSTRASI
PEKANBARU — Partai Demokrat Riau tampak enggan melepas kadernya yang terjerat hukum. Faktanya, dua anggota DPRD Riau dari partai berlambang bintang merah putih itu, Tengku Azwir dan Thamsir Rahman, yang sudah dihukum dan menjalani persidangan dalam kasus korupsi, masih saja bertahan di gedung rakyat.

Padahal, berdasarkan aturan Pasal 339 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, setiap anggota DPR/DPRD harus diberhentikan sementara (dinonaktifkan) apabila didakwa dengan ancaman hukuman lima tahun atau menjalani dakwaan kasus tindak pidana khusus (korupsi).

Tengku Azwir sejak enam bulan lalu atau 31 Oktober 2011 telah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru sebagai terdakwa kasus korupsi penggelapan dana generator listrik sebesar Rp 7,9 miliar.

Azwir disidang dalam kapasitas sebagai mantan Sekretaris Daerah Rokan Hulu. Hakim bahkan sudah memvonis Azwir selama satu tahun penjara pada 11 April 2012. Hanya, Azwir belum dihukum badan dan sedang melakukan banding.

Adapun kader Partai Demokrat Riau lainnya, Thamsir Rahman, Wakil Ketua DPRD Riau, juga sudah menjadi terdakwa kasus korupsi di PN Pekanbaru sejak 21 Maret lalu. Sampai saat ini, Thamsir masih aktif di DPRD Riau. Ketua DPRD Riau Johar Firdaus yang dihubungi hari Minggu (29/4/2012) mengakui, Thamsir dan Azwir masih aktif di DPRD Riau. Namun, menurut Johar, dia tidak memiliki hak mengusulkan penonaktifan kedua kader Partai Demokrat itu.

"Masalah itu merupakan (persoalan) internal partai. Inisiatif penonaktifan semestinya berasal dari partai yang bersangkutan," ujar Johar.

Keputusan DPP lambat
Secara terpisah, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Riau Koko Iskandar mengatakan, pihaknya tidak mempertahankan kader partai yang tersangkut hukum. Dalam kasus Thamsir dan Azwir, pihaknya sudah menyurati Ketua Umum Partai Demokrat di Jakarta sejak kasus itu disidangkan. Namun, sampai sekarang belum ada jawaban.

"Kami belum mengambil tindakan karena belum ada keputusan atau arahan dari DPP (Partai Demokrat) di Jakarta. Selain itu, keduanya masih dapat menjalankan tugas-tugas di DPRD, jadi mereka tentu saja masih aktif. Kalau ada keputusan DPP, pasti segera kami jalankan," ujar Koko.

Terhadap Tengku Azwir yang sudah divonis hakim, kata Koko, partainya juga belum dapat mengambil tindakan mengingat Azwir tidak diperintahkan pengadilan untuk segera dipenjara. Lagi pula, yang bersangkutan masih mengajukan banding. Partai Demokrat Riau akan mengambil tindakan apabila Azwir sudah dihukum secara fisik di penjara.

Menurut Koko, kalaupun DPP Partai Demokrat di Jakarta belum mengambil tindakan, penonaktifan anggota DPRD di tingkat provinsi yang bermasalah secara hukum dapat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Badan Kehormatan (BK) DPRD Riau. Namun, sampai kemarin, BK DPRD Riau belum melakukan pembicaraan terkait masalah itu.

Minggu, 29 April 2012

Lubuak Paraku Cenderung Terabaikan
ILUSTRASI

PADANG -- Kawasan wisata Sungai Lubuak Paraku, Kelurahan Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat, cenderung terabaikan. Tampak tidak banyak pengunjung yang mendatangi lokasi wisata itu pada Sabtu (28/4/2012) pagi.

Hingga menjelang siang hanya tampak empat orang remaja putra dan tiga remaja putri yang singgah di lokasi wisata itu. Salah seorang pengelola kedai makanan, Ade Pramita (18) mengatakan, pengunjung cenderung lebih banyak datang pada hari Minggu, namun jumlahnya juga relatif tidak banyak.

Lokasi wisata yang relatif dekat dari pusat kota itu menyajikan suasana sejuk dan aliran air yang jernih. Beragam jenis tumbuhan dan sejumlah jenis capung serta kupu-kupu juga bisa diamati dari jarak dekat.
Kesan terabaikan tidak terelakkan, karena sampah-sampah plastik pembungkus penganan terlihat berserak di sejumlah sudut. Selain itu sejumlah fasilitas pendukung, seperti ruang ganti baju juga tidak terawat.

Jumat, 27 April 2012

Kejati Tetapkan Kadis Kelautan Sulselbar Tersangka Korupsi
Ungkapan kekecewaan masyarakat terhadap perilaku korupsi tertuang dalam grafiti di kawasan Simprug, Jakarta, Kamis (26/4). Menurut catatan Kementerian Dalam Negeri, hingga 2012 ada 173 kepala daerah yang tersangkut berbagai kasus korupsi. Para kepala daerah itu tersangkut dengan berbagai status yang melekat pada mereka, mulai dari saksi, tersangka, terdakwa, hingga terpidana.


MAKASSAR -- Asisten Pidana Khusus Kejati Sulselbar, Chaerul Amir, di Makassar, Jumat, mengatakan, pihaknya telah menetapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat, HH, menjadi tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi.
   
"Berdasarkan hasil penyelidikan yang telah ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar), dari kasus-kasus itu ditemukan bukti kerugian negara yang nilainya mencapai miliaran rupiah," ujarnya.
   
Ia mengatakan, hasil penyelidikan yang dilakukan anggota penyelidik pidana khusus, terungkap bukti kejahatan tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam pengadaan empat unit kapal motor (KM) jenis ’fiber’ pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulawesi Barat (Sulbar) tahun 2011.
   
Dalam pelaksanaannya, jelasnya, proyek pengadaan kapal motor yang harusnya sudah ada itu, hingga kini belum 100 persen tuntas, padahal proses pencairan anggarannya dilakukan secara langsung sebesar Rp5,3 miliar pada Desember 2011.
   
Dikatakan, dari peninjauan anggota penyidik di lapangan hanya menemukan satu unit kapal motor berkapasitas 30 ’gross tonase’ (GT) yang seharusnya sebanyak empat unit dengan anggaran per kapalnya sekitar Rp 1,3 miliar.
   
Tersangka Kepala Dinas (Kadis) DKP, berinitial HH ini, dalam pengadaan kapal-kapal tersebut menjabat sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK).
   
"Anggaran sudah dicairkan 100 persen di bulan Desember tahun lalu, sedangkan pengadaan kapalnya baru satu unit yang harusnya empat unit. Anggaran sebesar Rp 5,2 miliar itu sudah masuk ke rekening PPK dan KPA sejak tahun lalu, tapi kapalnya tidak ada," ujarnya.
   
Atas perbuatannya itu, penyidik menjeratnya dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, pasal 3 (1) Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 Keuangan Negara.
   
Selain itu, demikian Chaerul Amir, HH juga dianggap melanggar aturan pada Pasal 21 (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara sertaPeraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Negara.

Kamis, 26 April 2012

Teripang Jenis Ekonomis Nyaris Habis
TRIPANG
PADANG — Sejumlah teripang jenis ekonomis yang berada di kawasan perairan Pulau Marak, Nagari Sungai Pinang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, sudah nyaris habis. Hal itu disebabkan berlebihannya usaha penangkapan di kawasan tersebut.
Dosen Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Elifitrida, mengatakan, penangkapan dilakukan penyelam dari Painan, Pesisir Selatan, dan bahkan dari Madura, Jawa Timur. "Nelayan sekitar justru cenderung tidak memanfaatkan potensi kelautan itu sebelumnya," kata Elifitrida, Rabu (25/4/2012), di Padang, Sumatera Barat.
Ia menyebutkan, saat ini yang tersisa di wilayah perairan itu hanya jenis teripang hitam (Holothuria nubilis). Jenis itu cenderung tidak memiliki nilai ekonomis karena kulit daging yang tipis.
Teripang yang paling memiliki nilai ekonomis itu adalah jenis teripang pasir (Holothuria scabra) dan inilah yang cenderung sudah habis.
Saat ini, selain teripang hitam dan teripang pasir, diketahui pula jenis teripang grido (Holothuria vittensis), teripang susu (Holothuria rigida), teripang olok-olok (Holothuria marmorata), teripang batu keling (Holothuria edulis), teripang patola (Holothuria argus), teripang gama (Stichopus variegatus), dan teripang nanas (Stichopus ananas).

Rabu, 25 April 2012

Landas Pacu Bandara Fatmawati Dipertebal
ILUSTRASI Landasan pacu 
BENGKULU- Landas pacu bandar udara Fatmawati Bengkulu dipertebal 7,5 sentimeter sehingga kekuatannya pun meningkat. Ini diharapkan semakin membuka kesempatan bandara Fatmawati didarati pesawat berbada lebar.
Dengan kekuatan 40 PCN, pesawat sekelas Boeing 737-900ER yang mendarat masih terbatas. Setelah kekuatan landas pacunya meningkat pesawat yang lebih besar juga bisa mendarat.
-- Budi Djatmiko
Sekretaris Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Provinsi Bengkulu Budi Djatmiko, Rabu (25/4/2012), mengatakan, saat ini kekuatan landas pacu bandara Fatmawati sekitar 40 PCN (pavement classification number). Setelah bertambah tebal 7,5 sentimeter diharapkan kekuatannya meningkat jadi 50 PCN.
"Dengan kekuatan 40 PCN, pesawat sekelas Boeing 737-900ER yang mendarat masih terbatas. Setelah kekuatan landas pacunya meningkat pesawat yang lebih besar juga bisa mendarat," kata Budi.
Selama ini, dalam sehari ada tujuh pesawat dari empat maskapai penerbangan yang mendarat di Bengkulu dari Jakarta. Pada umumnya pesawat yang dipakai pada rute Jakarta-Bengkulu ini ialah Boeing 737-400.
Selain itu, ada pula satu penerbangan perintis dari maskapai PT Nusantara Buana Airlines yang melayani rute Bengkulu-Mukomuko-Padang.

Selasa, 24 April 2012

Presiden SBY ke Batam Resmikan Rusunawa
 Ilustrasi.
JAKARTA — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan meresmikan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Batam, Kepulauan Riau, 27 April. Di samping itu, Presiden juga akan membahas pelaksanaan program kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Batam.
Rapat persiapan kunjungan Presiden ke Batam tersebut dilaksanakan di Kantor Menteri Koordinator Perekonomian di Jakarta, Selasa (24/4/2012).
Hadir dalam rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa tersebut antara lain Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Kepala Badan Pengusahaan Batam Mustafa Wijaya, Wali Kota Batam Ahmad Dahlan, dan Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani.
Seusai rapat, Muhammad Sani menyatakan, program kawasan perdagangan bebas di Batam, Bintan, dan Karimun masih perlu perbaikan, di antaranya menyangkut persoalan tumpang tindih lahan. 

Senin, 23 April 2012

Didesak, Invesitasi dan Penegakan Hukum Kasus Rawa Tripa
ILUSTRASI
JAKARTA - Sebagai tindak lanjut temuan Satgas REDD+ terkait adanya indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan yang terjadi di rawa gambut Tripa, Aceh, WWF-Indonesia meminta agar aparat pemerintah terkait dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup serta Kepolisian RI dapat segera melakukan investigasi lanjutan secara menyeluruh dan mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku pembakaran hutan, jika pelanggaran terbukti dilakukan.

Temuan awal Satgas REDD+ yang diumumkan 13 April lalu mengindikasikan adanya pelanggaran UU No.18 Tahun 2004 tentang Perkebunan; UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Juncto Kepres No.32/1990 tentang Kawasan Lindung.

"Investigasi lanjutan dan penegakan hukum terhadap pelaku harus segera dilakukan agar kejadian tersebut tidak berlanjut dan terulang kembali, mengingat dampak negatifnya terhadap Kawasan Ekosistem Leuser dan keberlangsungan populasi orangutan di kawasan itu," kata Dede Suhendra, Program Leader WWF-Indonesia di Aceh, Senin (23/4) dihubungi dari Jakarta. Ia mengatakan WWF Indonesia siap membantu Pemerintah untuk melakukan investigasi terhadap kasus ini.

"WWF mendesak semua perusahaan yang beroperasi di Tripa agar menerapkan praktik pengelolaan kebun kelapa sawit yang berkelanjutan untuk melindungi rawa gambut sangat penting bagi ekosistem," kata Dede.
WWF Indonesia juga meminta agar Pemerintah Pusat dan Daerah dapat menghentikan pemberian perizinan baru untuk perkebunan kelapa sawit guna menghindari konversi hutan yang mempunyai nilai konservasi tinggi.
"Sebelum izin diberikan, perlu dilakukan kajian menyeluruh untuk mengetahui jika kawasan tersebut mengandung nilai-nilai konservasi tinggi yang harus dilindungi, misalnya dalam hal ini satwa langka seperti orangutan Sumatra," katanya.
Rawa Tripa merupakan kawasan hutan rawa gambut yang terletak di sisi barat daya Provinsi Aceh yang merupakan habitat utama orangutan sumatera (Pongo abelii) dan juga harimau sumatera (Pantera trigis sumatrae). Pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit secara masif sejak 1990 telah mengurangi jumlah populasi orangutan secara signifikan di kawasan ini.

Data dari Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT) menyebutkan bahwa berdasarkan batasan ekosistem Leuser, luas kawasan Tripa mencakup 61.803 hektar. Namun lima perusahaan perkebunan kelapa sawit telah menghabiskan 35.000 hektar hutan yang ada , menyusul perluasan kebun kelapa sawit yang aktif kembali setelah perjanjian damai Helsinki tahun 2005.

Investigasi awal dari lembaga swadaya masyarakat lokal untuk konservasi orangutan PanEco, pada 21 sampai 25 Maret 2012 telah terjadi pembukaan lahan seluas 1000 hektar untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan cara membakar. Kebakaran tersebut berdampak langsung terhadap kehidupan 200 individu orangutan Sumatera yang tersisa di kawasan ini.